News Ticker
  • Tabrakan Motor dengan Truk Boks di Baureno, Bojonegoro, Seorang Pemotor Meninggal Dunia
  • Tabrak Tiang Lampu PJU, Pemotor di Gayam, Bojonegoro Meninggal Dunia
  • Lepas Mudik Gratis dari TMII, Bupati Blora Disambut Hangat Warga Perantau
  • Terjatuh dari Jembatan, Petani di Gondang, Bojonegoro Meninggal Dunia
  • Bupati Dorong Baznas Blora Berinovasi untuk Optimalkan Perolehan Zakat
  • Kirim Proposal ke Kemenpora, Bupati Blora Minta Bantuan Pembangunan Stadion
  • Ratusan Petugas Gabungan Siap Amankan Lebaran di Blora
  • Bupati Arief Rohman Usulkan Blora Jadi Kawasan Industri Jateng
  • Datangi Kementerian Perdagangan, Bupati Blora Dorong Percepatan Pembangunan Pasar Ngawen
  • Puluhan Orang Korban Arisan Bodong di Bojonegoro Laporkan Owner ke Polisi
  • Pemkab Blora dan Perhutani Sepakat Tandatagani Kerja Sama Penanggulangan Bencana
  • Tekan Inflasi Jelang Lebaran, PT Blora Patra Gas Gelar Pasar Sembako Murah
  • Ditinggal ke Sawah, Rumah Warga Gayam, Bojonegoro Hangus Terbakar, Kerugian Rp 250 Juta
  • Bupati Arief Berkomitmen Kawal Pembangunan Infrastruktur di Wilayah Cepu, Blora
  • Seorang Laki-laki Warga Dander, Bojonegoro Ditemukan Meninggal di Pinggir Sungai
  • Lewat TMMD, Jalan Penghubung antar Desa di Wilayah Ngawen, Blora Rampung Dibangun
  • Investasi SDM Masa Depan, Program 'Sekolah Sisan Ngaji' di Blora Dilaunching
  • Ibu Korban Pengeroyokan di Bojonegoro: Penjara Satu Tahun Tak Sebanding dengan Nyawa Anaknya
  • 3 Terdakwa Anak Kasus Pengeroyokan di Dander, Bojonegoro Dituntut Satu Tahun Penjara
  • Temuan Mayat di Rumah Kosong Gegerkan Warga Blora
  • Atasi Kelangkaan Gas LPG di Blora, Pertamina Patra Niaga Tambah Pasokan
  • Usai Minum Minuman Keras, 3 Orang Warga Balen, Bojonegoro Meninggal
  • Anak-anak Desa Bangowan, Blora Isi Waktu Jelang Buka Puasa dengan Latihan Gamelan
Resensi Buku: Sang Guru, Biografi Ki Hadjar Dewantara

Resensi Buku: Sang Guru, Biografi Ki Hadjar Dewantara

Buku Sang Guru karya Haidar Musyafa merupakan novel biografi Ki Hadjar Dewantara yang berisi kehidupan, pemikiran, dan perjuangan beliau dalam mendirikan Taman Siswa.
 
Memiliki nama asli Raden Mas Soewardi, putra dari Kanjeng Pangeran Harjo Soerjaningrat dan Raden Ayu Sandijah, Ki Hadjar Dewantara dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1889. Meskipun orang tua Raden Mas Soewardi masih keturunan langsung dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Harjo Surjo Soesroningrat atau Sri Paduka Paku Alam III, mereka tidak diperbolehkan tinggal di dalam istana Puro Pakualam.
 
 
Hal tersebut dikarenakan ayahnya menentang pemerintah Belanda, sehingga Gubernur Jenderal Belanda menyingkirkan keluarganya keluar dari istana Puro Pakualam dan ditempatkan di salah satu puri yang terletak persis di timur istana. Itu sebabnya Raden Mas Soewardi memiliki kesempatan untuk bergaul dengan teman-teman dari berbagai kalangan.
 
Ayah Raden Mas Soewardi merupakan sosok yang sangat taat menjalankan ajaran agama Islam, itu sebabnya Raden Mas Soewardi diutus mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Saat sedang giat-giatnya belajar ilmu agama, ayah Raden Mas Soewardi justru menjemput beliau pulang ke istana Puro Pakualam, karena ingin memasukkan Raden Mas Soewardi ke sekolah.
 
Singkat cerita, Raden Mas Soewardi masuk di sekolah Europeesche Lagere School (ELS). Sejak masuk sekolah di ELS, Raden Mas Soewardi merasa jika hidupnya semakin bermakna dan berwarna. Dengan bersekolah ia mendapatkan banyak sekali ilmu pengetahuan. Mengingat pentingnya pendidikan untuk masa depan, membuat Raden Mas Soewardi memikirkan nasib teman-temannya yang berasal dari kalangan jelata. Namun peraturan Pemerintah Hindia Belanda tidak mengizinkan kalangan rakyat biasa untuk sekolah sebab mereka disiapkan untuk menjadi tenaga buruh kasar di kongsi-kongsi perdagangan milik pemerintah penjajah itu. Oleh sebab itu, setiap sore hari Raden Mas Soewardi menceritakan pelajaran-pelajaran yang ia dapatkan di ELS. Dengan begitu, secara tidak langsung Raden Mas Soewardi sudah menularkan ilmu-ilmu yang dimiliki kepada teman-teman sebayanya.
 
 
 
 
Setelah tujuh tahun menempuh pendidikan di ELS, Raden Mas Soewardi melanjutkan sekolah di Kweekschool yang mana sekolah tersebut menyiapkan murid-muridnya menjadi guru.

Raden Mas Soewardi memang memiliki impian dan cita-cita menjadi seorang guru. Tak berselang lama, Raden Mas Soewardi pindah sekolah ke STOVIA, yaitu sekolah kedokteran satu-satunya milik Governemen Hindia Belanda. Di STOVIA, Raden Mas Soewardi berteman dengan Tjipto Mangoenkoesoemo, Soetomo, dan Goenawan Mangoenkoesoemo, yang sama-sama membenci tindakan Governemen Hindia Belanda yang berlaku sewenang-wenang terhadap rakyat jelata.
 
Sebagai sesama pelajar STOVIA yang merasa peduli dengan kepentingan rakyat, maka mereka belajar pada seorang Indo yang sangat peduli juga dengan kesengsaraan rakyat kecil bernama dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, atau lebih dikenal dengan Douwes Dekker. Mereka sering berdiskusi di rumah Douwes Dekker terkait dengan tujuan mendirikan organisasi kebangsaan. Hingga pada 20 Mei 1908, Soetomo mendeklarasi berdirinya organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo.
 
Keaktifan Soewardi dan Kangmasnya Soerjopranoto dalam organisasi Boedi Oetomo membuat ayahnya bangga melihat putra-putranya bergabung dalam perkumpulan yang peduli dengan nasib wong cilik. Ayah juga berpesan kepada mereka untuk mendidik jiwa dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Jadikan waktu sebagai momentum belajar, jangan membiarkan kemalasan menghancurkan impian dan cita-cita. Jika merasa malas, ingatlah bahwa punya tujuan besar, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi tujuan untuk membuat karya-karya besar merubah jalan sejarah bangsa.
 
Terlalu aktif di organisasi dan diamanahi menjadi seorang propaganda ternyata tidak berjalan mulus dengan pencapaian akademiknya. Karena nilai Raden Mas Soewardi terlalu jelek maka terpaksa Hooft Inspektuur tidak menaikkan ke kelas lima dan mencabut beasiswa beliau. Akhirnya beliau kembali ke Yogyakarta dalam keadaan sedih menggelayuti.
 
 
Singkat cerita, kemudian Raden Mas Soewardi bekerja menjadi tenaga ahli kimia di Sebuah Laboratorium Pabrik Gula Kalibogor. Tidak berselang lama, Soewardi menyatakan keluar dari pekerjaan tersebut karena sudah tidak kuat menyaksikan tindakan orang-orang Belanda yang memperlakukan buruh dengan sewenang-wenang.
 
Sudah tak sejalan dengan awal tujuan didirikannya Boedi Oetomo, Raden Mas Soewardi dan kakaknya Soerjopranoto bergabung dengan perkumpulan Sarekat Islam. Sarekat Islam merupakan perkumpulan satu-satunya yang bersikap non-kooperatif dengan Governemen Hindia Belanda dan menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai landasan perjuangannya.
 
Selang beberapa bulan bergabung, Raden Mas Tjokroaminoto mengangkat Soewardi menjadi ketua Sarekat Islam cabang Bandung. Tidak hanya itu, Raden Mas Soewardi bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker mendirikan sebuah organisasi politik yang diberi nama Indische Partij. Sayangnya, Indische Partij termasuk perkumpulan atau organisasi yang keberadaannya dilarang oleh Governemen Hindia Belanda. Sehingga baru enam bulan didirikan, organisasi tersebut dibubarkan.
 
Pembubaran Indische Partij sebenarnya dimaksudkan untuk menyelamatkan anggota-anggotanya dengan cara dimasukkan ke dalam perkumpulan lain yang bernama Indulinde. Dengan strategi tersebut, maka visi dan misi Indische Partij tetap dapat dijalankan seperti tujuan awalnya.
 
 
Pada 15 Juli 1913, Soewardi dan Tjipto Mangoenkoesoemo mendirikan sebuah komite yang bernama ”Komite Boemi Poetra” yang bertujuan untuk menampung isi hati rakyat Inlander yang mengajukan protes dan menolak rencana Pemerintah Belanda memperingati 100 tahun kemerdekaannya.
 
Soewardi, Tjipto Mangoenkoesoemo, serta Douwes Dekker menulis artikel-artikel di surat kabar harian De Expres yang isinya sindiran kepada Pemerintah Belanda. Hal tersebut membuat Governemen Hindia Belanda murka dan menetapkan hukuman terhadap Soewardi, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Douwes Dekker.
 
Pada akhir bulan Agustus 1913, Raden Mas Soewardi diberi izin untuk pulang ke Yogyakarta untuk melangsungkan pernikahan dengan Raden Ayu Soetartinah. Beberapa hari kemudian, Soewardi kembali dijemput untuk dibawa ke tahanan.
 
Tersiar kabar bahwa pemerintah penjajah memberikan kebebasan kepada Soewardi, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Douwes Dekker, untuk memilih tempat pengasingan. Mereka pun memilih negara Belanda sebagai tempat pengasingan dan membawa serta keluarga mereka. Di sana, Raden Mas Soewardi dan istrinya hidup serba kekurangan, tetapi beliau tidak berputus asa. Di negeri tersebut juga Soewardi tekun mendalami masalah pendidikan dan pengajaran. Sehingga cita-cita beliau untuk menjadi guru yang sempat hilang, berangsur-angsur mulai tumbuh kembali.
 
Pada 5 September 1919, Raden Mas Soewardi dan keluarga berhasil kembali ke tanah air setelah menjalani hukuman pengasingan selama kurang lebih enam tahun. Raden Mas Soewardi melanjutkan perjuangannya dengan terjun ke dunia pendidikan.
 
Beliau memutuskan untuk bergabung dengan kakaknya Soerjopranoto menjadi pengajar di sekolah Adhi Dharmo. Sekolah Adhi Dharmo didirikan oleh Soerjopranoto dengan visi untuk memajukan pendidikan bagi kalangan Inlander.
 
Menyadari bahwa belum memiliki banyak pengalaman mengenai dunia pendidikan, kemudian beliau juga bergabung dalam Paguyuban Seloso Kliwon. Raden Mas Soewardi memiliki keinginan untuk memperbaiki sistem pendidikan saat itu, tetapi karena beliau hanyalah seorang tenaga pengajar di sekolah Adhi Dharmo sehingga tidak memiliki kewenangan untuk membuat sistem pengajaran. Oleh sebab itu, beliau berkeinginan untuk mendirikan sekolah sendiri.
 
Menurut beliau, tugas seorang tenaga pengajar tidak hanya sebatas memberikan materi pelajaran di sekolah. Tapi mengabdikan seluruh waktu yang dimilikinya untuk mendidik dan mendampingi anak didiknya setiap saat, di mana pun, kapan pun, dan dalam keadaan apa pun. Selain itu, seorang tenaga pendidik juga harus memiliki keikhlasan untuk menjalankan perannya sebagai orangtua yang dapat membuat anak-anaknya merasa senang, tenang, dan nyaman. Sehingga anak-anak itu dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia-manusia yang bermartabat dan berkarakter.
 
 
Maka pada 3 Juli 1922 Raden Mas Soewardi mendirikan sekolah yang bernama “National Onderwijs Instituut Taman Siswa”. Adapun asas dan tujuan dari sekolah tersebut adalah sebagai berikut:
 
Pertama, Jika sebuah bangsa ingin tumbuh menjadi bangsa yang sehat secara lahir dan batin, maka sistem pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada rakyat harus didasarkan pada prinsip nasional, kultur dan budaya yang ada pada masyarakatnya sendiri.
 
Kedua, Sistem pendidikan yang diberikan oleh Governemen Hindia Belanda hanya digunakan untuk menyiapkan kaum Inlander menjadi buruh, karena hanya dilakukan untuk mendapatkan ijazah semata, tanpa didasarkan pada tujuan untuk memahami pendidikan dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk kemajuan jiwa dan raganya.
 
Ketiga, menempuh pendidikan dengan masuk di sekolah-sekolah milik Governemen Hindia Belanda hanya akan membuat kaum Inlander bergantung pada bangsa penjajah. Keadaan seperti itu tidak akan pernah hilang jika hanya dilawan dengan menggunakan kekuatan dan pergerakan politik saja. Sebab hal itu hanya bisa dimusnahkan dengan cara mendirikan sekolah sendiri sebagai tempat untuk menyebarkan semangat hidup merdeka di kalangan Inlander, yang dapat dilakukan dengan jalan pendidikan dan pengajaran secara nasional.
 
Keempat, kaum nasionalis harus memiliki semangat, kemauan dan keberanian untuk membuat sistem pendidikan dan metode pengajaran baru yang didasarkan pada kultur sendiri, dan dilakukan demi kepentingan kaum Inlander.
 
Kelima, menjadikan metode Among sebagai langkah yang tidak menghendaki adanya perintah dan paksaan dalam pendidikan dan pengajaran, melainkan harus memberikan tuntunan dan arahan, agar peserta didik dapat berkembang secara lahir dan batin.
 
Keenam, demi terwujudnya cita-cita kemerdekaan yang seluas luasnya, maka sistem pendidikan dan pengajaran nasional harus dibuat dengan berdasarkan pada prinsip sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri yang dapat dilakukan dengan cara berlemat.
 
Ketujuh, diperlukan sikap demokratisasi dalam menjalankan sistem pendidikan dan pengajaran dengan tujuan agar tidak hanya lapisan atas kalangan bangsawan dan priayi-saja yang mendapatkan pendidikan dan menjadi kaum terpelajar. Tapi pendidikan dan pengajaran yang sebenar-benarnya harus dinikmati oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.
 
 
Dalam dunia pendidikan, Raden Mas Soewardi, lebih mengedepankan tiga ajaran pokok yang kemudian disebut “Tiga Fatwa Pendidikan Taman Siswa”, yaitu:
 
Pertama: Tetep, Antep, Mantep. Artinya, dalam menjalankan sistem pendidikan, maka pertama-tama yang harus dibentuk-baik untuk guru dan murid-adalah dengan membentuk ketetapan pikiran dan jiwa, memberikan jaminan pada keyakinan diri sendiri, dan membentuk kemantapan dalam memegang prinsip hidup yang diyakini.
 
Kedua: Ngandel, Kandel, dan Bandel. Dengan memiliki sifat tersebut, beliau berharap murid-murid Taman Siswa dapat tumbuh menjadi manusia-manusia yang unggul, berani memegang teguh kebenaran dan memiliki nyali yang besar dalam menghadapi perubahan-perubahan hidup, seiring dan sejalan dengan perkembangan zaman.
 
Ketiga: Neng, Ning, Ning, Nang. Filosofi ini aku maksudkan bahwa pendidikan itu harus dilakukan dengan tujuan untuk membentuk kepribadian yang religius. Sebab kepandaian dan kedalaman ilmu seseorang tidak akan pernah memiliki makna, jika tanpa didasari dengan keyakinan bahwa semua ilmu itu bersumber dari Gusti Allah.
 
Setelah mendirikan Taman Siswa, timbul keinginan untuk mengganti nama. Raden Mas Soewardi ingin agara murid-muridnya menganggap beliau sebagai bapaknya sendiri. Sehingga dalam proses belajar mengajar di Taman Siswa terjalin hubungan kekeluargaan yang sangat erat.
 
Pada 23 Februari 1928, tepat di usia ke-40, beliau mengumumkan kepada masyarakat luas bahwa Soewardi Soerjaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.
 
Singkat cerita, Ki Hajar Dewantara kemudian diangkat sebagai menteri pengajaran Indonesia yang saat ini dikenal sebagai menteri pendidikan oleh Presiden Soekarno. Berkat jasa-jasanya beliau juga dianugerahi gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada, dan beliau juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional serta setiap hari kelahiran beliau pun diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
 
Ki Hajar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya. Sebagai rasa hormat wajah beliau diabadikan pemerintah ke dalam uang pecahan sebesar 20.000 rupiah.
 
 
Kelebihan buku:
Dalam buku ini diceritakan juga tentang tokoh besar dan inspiratif seperti Tjipto Mangoenkoesoemo, Soetomo, Douwes Dekker, dr. Wahidin Soedirohoesodo, dan lain-lain. Organisasi-organisasi besar pun turut diceritakan seperti Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indishe Partij, Boemi Poetra, dan lain-lain. Serta menceritakan pula secara detail detik-detik Indonesia merdeka.
 
Kekurangan buku:
Dalam buku ini terdapat begitu banyak bab yang disusun sehingga pembaca cukup bosan membacanya. Dalam buku ini penyampaian informasi historis yang dipaparkan juga terlalu kental sehingga mirip dengan buku sejarah, namun hal itu mungkin juga bisa dianggap sebagai kelebihan karena alur yang diceritakan lebih jelas.
 
Rekomendasi:
Buku motivasi ini layak dibaca di seluruh lapisan masyarakat, terlebih untuk pendidik agar dapat memperbaiki atau mengembangkan metode mengajarnya. (*/kik).
 
 
Identitas Buku :
Judul Buku: Sang Guru
Penulis: Haidar Musyafa
Penerbit: Imania
Tahun Terbit: 2015
Deskripsi Fisik (Tebal): 420 halaman
ISBN: 978-602-7926-24-0
 
 
Penulis Resensi: Reza Umami Khoirunisa’ SSi. (Penulis resensi buku adalah guru penggerak Kampung Ilmu)
Editor: Muhammad Roqib
Publisher: Imam Nurcahyo
 
Ucapan SELAMAT IDULFITRI 2024 - Pemkab Blora
Berita Terkait

Videotorial

Masyarakat di Bojonegoro Rasakan Manfaat Pemasangan Lampu PJU

Masyarakat di Bojonegoro Rasakan Manfaat Pemasangan Lampu PJU

Pemerintah kabupaten (Pemkab) Bojonegoro melalui Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya (PKPCK) secara bertahap menambah jumlah lampu penerangan jalan ...

Opini

Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa

Opini

Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa

Perangkat Desa, adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa yang bertugas membantu kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dalam melaksanakan ...

Wisata

Menengok Wisata Petik Buah Semangka di Desa Bangsri, Kecamatan Jepon, Blora

Menengok Wisata Petik Buah Semangka di Desa Bangsri, Kecamatan Jepon, Blora

Blora Budi daya buah semangka di Desa Bangsri, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, memasuki masa panen. Momen tersebut dikemas oleh pemerintah ...

1713613110.7868 at start, 1713613111.0002 at end, 0.21339106559753 sec elapsed